Aktivis Perempuan IMM Ajak Kolaborasi DP3A Mateng Perangi Pencabulan Anak
Mamuju(Sulbar)_Aktivis Immawati Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sulawesi Barat (Sulbar), Arinil Hidayah, ajak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng) kolaborasi pendampingan korban pelecehan seksual.
Baru-baru ini kembali terjadi pelecehen seksual anak dibawa umur yang terjadi di Kecamatan Karossa Mateng.
Singkat kronologi, saat itu korban NA (16 tahun) pulang dari sekolah mengendarai sepeda motor kisaran pukul 13.00 Wita, pada 24 Agustus 2022. Kemudian pelaku (NE) mencegat dan mulai berusaha melakukan aksi bejatnya, alhasil tidak sampai terjadi karena korban tetap melawan dengan sekuat tenaga.
Hal ini juga diperkuat dengan hasil visum dari dokter, bahwa tidak terjadi hubungan layaknya suami istri.
Namun pihak korban tetap melaporkan kasus itu ke Pihak Polres Mamuju Tengah, sehingga sampai hari ini pelaku sudah diamankan di Polres, dan dikenai Pasal 82 UU No. 23 tahun 2022 tentang perlindungan anak.
Sementara itu, lanjut Arinil, pihak korban tentunya memerlukan pendampingan khusus dan masif dari lembaga-lembaga yang menangani, dalam hal ini pastinya Dinas P3A harus hadir disana.
“Setelah saya konfirmasi ke Dinas tersebut, proses pendampingan masih berjalan,” ungkap Arinil, Senin (12/09/22).
Ia melanjutkan pendampingan masih pada tahap saat korban diperiksa di Polres, setelah itu belum ada tindaklanjut. Katanya akan mencari waktu yang tepat untuk berkunjung ke rumah korban langsung.
Arinil, menilai pendampingan yang dilakukan Dinas masih minim, belum menyentuh pada titik-titik psikologis korban. Padahal korban sangat membutuhkan pendampingan karena pasca terjadinya insiden tersebut psikisnya pasti terguncang dan trauma.
Selain itu, juga perlu hadir ditengah-tengah lingkungan serta ke sekolahnya, gelar edukasi bahwa kejadian itu jangan dijadikan sebagai aib bagi korban, sehingga korban tidak diterima lagi dilingkungannya.
Tapi bersama-sama memerangi tindak pelaku pelecehan seksual dan secara bersama tetap merangkul temannya yang telah menjadi korban.
Jika dibandingkan kasus anak pada tahun 2021 sebanyak 19 kasus, memang mengalami tingkat penurunan menjadi 9 kasus ditahun 2022, 4 diantaranya kasus pelecehan seksual. Selebihnya yakni Fisik, penculikan, dan Psikis.
Namun tidak menutupkemungkinan akan terus bertambah, jika kinerja Dinas tidak ditingkatkan. Misalnya secara optimal melakukan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya lembaga keluarga menjadi pelindung dan pengayom bagi anak.
Serta berkolaborasi dalam melakukan edukasi, bisa menggandenagn pihak Polres ditinjau dari hukum. Mengajak lembaga-lembaga atau aktivis Mahasiswa yang konsentrasi dalam bidang pemberdayaan Perempuan serta stakeholder terkait.
“Saya rasa jika semua berperan dan kerja, akan bisa menciptakan lingkungan yang aman buat anak,” tandasnya.
Begitupun Kota Layak Anak (KLA) bisa segera diupayakan juga ada di Mateng, karena sampai saat ini belum ada. Padahal KLA salah-satu indikator bahwa pihak Dinas serius dalam bekerja memerangi tindakpidana pelecehan seksual dan menciptakan lingkungan yang aman bagi anak.(*/o)