Mantan Bupati Bantaeng & Mamasa, Dr. H. M. Said Saggaf, M.Si Tutup Usia
Mamasa(Sulbar) – Mantan Bupati Mamasa, Dr. Said Saggap, M.Si., dikabarkan tutup usia pada Senin, 16 Mei 2022. Informasi ini sesuai Status Facebook Hidayat Rauf yang merupakan anak menantu beliau. Lewat Status FB tersebut Dayat (Saapaan Akrab Beliau) menyampaikan ungkapan belasungkawa atas berpulangnya Bupati Mamasa pertama, Said Saggaf.
Dalam catatan sejarah perjalanan kepemimpinan di Kabupaten Mamasa, almarhum Dr. Said Saggaf tercatat sebagai bupati pertama yang memimpin Kabupaten Mamasa periode 2003-2008.
Berikut biografi singkat almarhum.
Mamasa pada tahun 1940. Ketika itu Mamasa masih dalam status pemerintahan kewedanan. Meski masih kewedanan tapi Mamamsa sudah sangat dikenal dengan panorama alamnya yang memesona. Drs. HM. Said Saggaf, M.Si., lahir disebuah yang terletak di Desa Buntu Buda pada 27 Desember 1942. Said Saggaf adalah buah cinta dari pasangan Saggaf dengan Hj. Sannang.
Dalam darahnya masih mengalir turunan Bugis. Ia lahir 4 bersaudara, Hj. Nadira, Said Saggaf, Hj. Salwiyah dan Syarifuddin Saggaf. Said Saggaf melalui masa kecilnya di Mamasa. Ia mulai sekolah di SR 2 Mamasa selama 6 tahun dan lanjut SMP di kota yang sama. Pada saat kelas 3 SMP ia pindah ke Parepare dan menamatkan pendidikannya di kota niaga tersebut.
Said Saggaf melalui proses pertumbuhannya dengan biasa-biasa. Ia suka mandi-mandi dan main bola layaknya anak kebanyakan. Padahal Said Saggaf secara ekonomi lahir dari keluarga yang tergolong berada di Mamasa. Kakeknya adalah orang pertama yang memiliki mobil di Mamasa. Bahkan Saggaf, bapaknya sudah memakai motor gede, Harley Davidson.
Said Saggaf sejak SD sampai SMP tidak ada yang menonjol dari segi pendidikan. Nanti pada saat di SMA barulah agak menonjol, terutama bahasa Inggrisnya. Tahun 1962 ia lanjut kuliah di UNHAS mengambil Fakultas Sospol jurusan administrasi Negara. Ia tak terlalu aktif dalam organisasi mahasiswa kecuali organisasi daerah. Dulu ia sempat menjadi Ketua KPMPM (Kesatuan Pelajar Mahasiswa Polewali Mamasa), wadah berhimpunnya mahasiswa Polmas di Makassar. Ia aktif bersama Yultan Lebu, Sumama (Wonomulyo), Muhammad, Madjid Burhan (Tinambung) dan Yonatan Puallilin (Mamasa).
Pada saat Said Saggaf sudah di tingkat lima di Unhas, ia mendaftar pegawai dan lulus jadi PNS dan ditempatkan di Kabupaten Sidrap. Ia beruntung sebab diangkat jadi PNS. Praktis kuliahnya putus meski sesungguhnya ia diberi kesempatan tetap kuliah oleh Zainal Wali Amrullah yang saat itu menjabat sebagai Kepala Direktorat PMD Provinsi Sulawesi Selatan, namun ia tetap konsentrasi untuk bekerja sebagai PNS.
Menjadi PNS tentu saja hidupnya berubah. Tahun 1972 ia menjadi Kepala Kantor PMD Kabupaten Takalar dan menikah dengan seorang dara Bugis yang bernama Hj. Aisyah. Ketika salah seorang pejabat di jajaran PMD Takalar ditugasi kuliah di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) Jakarta, Anwar Bangki’. Anwar Bangki menolak sehingga atas nama Pemerintah Provinsi, ia lalu menugaskan Said Saggaf sampai tahun 1974 dan kembali ke Sulawesi Selatan. Disana ia diangkat menjadi Kepala Sub Dit Prasarana Perekonomian Desa Kantor PMD Provinsi Sulawesi Selatan 1975-1977.
Said Saggaf dekat dengan Ketua DPRD Kabupaten Wajo, H. A. Mungkace, sehingga ia meminta agar bisa ditugaskan di daerah Wajo. Atasannya, Zainal Wali Amrullah saat itu juga setuju sehingga ia dipindah tugaskan menjadi Kepala PMD Kabupaten Wajo. Ia bertugas disana delapan tahun lebih dan berhasil menjadikan Kantor PMD Wajo sebagai pilot project Kantor PMD se-Indonesia Timur.
Pada tahun 1985 ia dipindah tugaskan menjadi Kepala PMD Kota Makassar sampai tahun 1989. Walikota saat itu dijabat oleh Yansi Raib. Selanjutnya HZB. Palaguna, Gubernur Sulsel mengangkatnya menjadi Sekda di Kabupaten Soppeng mulai 1989 sampai 1993. Atas berbagai prestasi yang sempat ia raih sehingga DPRD Kabupaten Bantaeng memilihnya menjadi Bupati selama satu periode (1993-1998)
Setelah mengakhiri jabatannya sebagai Bupati Bantaeng, ia kembali diangkat oleh Gubernur Palaguna untuk menjadi Kepala Diklat Provinsi Sulawesi Selatan dan dijalaninya sampai tahun 2001. Periode 2001-2002 ia bekerja sebagai widyaswara pada diklat regional IV Makassar, sekaligus pangkatnya dinaikkan dari Pembina utama muda golongan IV/C ke utama madya golongan IV/D.
Ketika Mamasa resmi menjadi Kabupaten, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002, atas nama Menteri Dalam Negeri, Gubernur HZB. Palaguna menunjuknya sebagai pejabat Bupati Mamasa. Selanjutnya pada pertengahan tahun 2003, Said Saggaf dipasangkan dengan Victor Paotonan, S.Sos sebagai Calon Bupati Mamasa untuk jabatan Bupati periode 2003-2008. Saat itu pemilihan di parlemen Mamasa dimenangkan oleh pasangan ini.
Demikianlah, ia resmi menjadi Bupati Mamasa dengan kondisi betul-betul memulainya dari nol. Mamasa pada waktu itu betul-betul terbelakang sehingga yang dilakukan pertama kali adalah memperbaiki prasarana dasar, baik infrastruktur maupun seperti pendidikan, pariwisata, kesehatan dan pertanian.
Ia juga mengajak DPRD Mamasa selaku mitra pemerintah daerah agar anggaran APBD sebagian besar diperuntukkan untuk dialokasikan pada pembukaan akses jalan antar kabupaten, kecamatan dan desa. Akses jalan dimulai dengan rintisan dan pengerasan seperti jalur Mamasa-Tabang-Tator langsung dibuka dengan lebar delapan meter.
Said Saggaf ingin mewujudkan Mamasa sebagai kota wisata untuk menarik minat wisatawan masuk ke daerahnya. Berbagai pertimbangan itu didasari oleh pengakuan turis-turis yang sempat masuk ke Mamasa. Para Turis itu menilai Mamasa sebagai kota yang indah, beautiful scenary. Dengan demikian, tak ada jalan lain selain membangun infrastruktur dan prasarana dasar. Setelah itu baru beralih ke pembangunan kantor bupati, DPRD, Gabungan dinas-dinas, kantor camat, puskesmas dan sekolah-sekolah yang semuanya harus bertingkat dua, terutama sekolah yang berada di ibukota Mamasa.
Said Saggaf menilai bahwa Kabupaten Mamasa adalah kabupaten yang SDM-nya rendah dalam semua lini, baik aparat maupun pemerintah. Maka selaku bupati, ia ingin membuat perubahan mendasar, yaitu perubahan pola fikir dan perilaku. Dengan dasar itu, ia berobsesi menjadikan Mamasa sebagai kota mungil, small beautiful. Ia juga ingin akses jalanan antar kecamatan dan desa meningkat agar mobilitas barang dan uang menjadi lancer. Dengan demikian, maka periodenya yang lima tahun bisa berpacu dengan kabupaten lain yang ada di Sulawesi Barat.
Hal yang juga sangat ia perhatikan adalah toleransi antar umat beragama. Mengingat Mamasa adalah kabupaten yang mayoritas beragama Kristen dan kepercayaan alu’ todolo’-Mappurondo bisa terjalin untuk memfaktualkan pesan Mesa Kada Dipotuo Patang Kada dipomate.
(Sumber: Galerikopicogbogdotblogspotdotcom)